Header Ads

Breaking News
recent

Membangun Budaya Literasi Di Indonesia

MEMBANGUN BUDAYA LITERASI DI INDONESIA

Kini, budaya literasi di Indonesia menjadi persoalan yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Mengingat budaya literasi di Indonesia masih rendah dan belum mendarah daging dikalangan masyarakat. Adapun budaya literasi yang akan dibahas mencangkup dua hal, yaitu kemampuan atau keterampilan membaca dan menulis. Namun ditengah melesatnya budaya popular, buku tidak pernah lagi menjadi prioritas utama. Bahkan masyarakat lebih mudah menyerap budaya berbicara dan mendengar, dari pada membaca kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ada pepatah yang mengungkapkan bahwa buku adalah gudangnya ilmu dan membaca adalah kuncinya. Apakah ungkapan ini masih berlaku ketika dunia semakin canggih dengan perkembangan tekhnologi yang semakin pesat. Tentu hal ini lah yang menjadi persoalan khususnya bagi bangsa Indonesia.

Jika membicarakan masalah membaca, seperti yang telah dijelaskan didalam Al-Quran bahwa membaca mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Membaca juga merupakan kegiatan rutin yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan terlebih lagi dalam dunia pendidikan. Namun, jika membicarakan masalah menulis juga tidak kalah pentingnya dengan membaca. Tetapi pada umumnya penguasaan keterampilan membaca seseorang itu lebih baik dari kemampuan menulisnya. Oleh sebab itu, keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling sulit dikuasai dan dipelajari. Hal ini disebabkan karena menulis merupakan keterampilan yang melibatkan banyak unsur. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa diperguruan tinggi sekalipun tidak banyak dosen ataupun mahasiswa yang gemar menulis. Namun, meskipun keterampilan menulis itu dinilai sulit, tak berarti mustahil bagi kita untuk terus mempelajarinya.

Secara bahasa, literasi dapat diartikan sebagai melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis (Teale & Sulzby, 1986). Menurut Baynham (1995:9), pengertian literasi berdasarkan konteks penggunaanya yaitu bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca dan berpikir kritis. Stripling (1992), mengartikan literasi didasarkan pada konsep dasar literasi sebagai kemelekwacanaan, sehingga ruang lingkup literasi itu berkisar pada segala upaya yang dilakukan dalam memahami dan menguasai informasi. Sedangkan, arti budaya literasi itu sendiri adalah budaya untuk membiasakan diri membaca dan menulis. Menurut Raygor, pemahaman dalam membaca bisa digolongkan kedalam tiga tingkatan, yaitu pemahaman harfiah, pamahaman interpretasi, dan pemahaman terapan. Sedang untuk keterampilan menulis, menurut Bell bisa dilakukan melalui lima tahapan yaitu perencanaan, pembentukan ide, pengembangan, pengungkapan, dan penguraian.

Kini budaya literasi menjadi satu-satunya jalan untuk kembali menumbuhkan cinta masyarakat terhadap buku, terutama di Indonesia. Untuk memajukan Indonesia agar sejajar dengan negara-negara maju, maka budaya literasi sangat dibutuhkan. Sejak 46 tahun yang lalu, UNESCO menetapkan tanggal 8 September 1964 sebagai hari literasi internasional. Hal itu dilakukan untuk mengingatkan dunia tentang pentingnya budaya literasi bagi kemajuan suatu negara. Namun sayangnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui peringatan tersebut. Sebagian masyarakat Indonesia juga tidak begitu banyak mengetahui bahwa pada bulan Mei 1995 itu telah ditetapkan oleh Presiden Soeharto sebagai bulan buku nasional dan pada tanggal 17 Mei ditetapkan sebagai hari buku nasional.

Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat di Indonesia, belum begitu menyadari tentang arti pentingnya budaya literasi. Inilah yang menyebabkan minat membaca dan menulis masyarakat sangat rendah. Bukan hanya masyarakat, tetapi mulai dari peserta didik SD, SMP, SMA bahkan mahasiswa perguruan tinggi pun masih banyak yang belum menyadari tentang pentingnya budaya baca-tulis tersebut. Kalaupun ada yang mengerti, namun kesadaran mereka untuk membaca bahkan menulis sangatlah rendah sekali. Kita dapat membandingkan negara kita dengan negara-negara maju. Dinegara-negara yang sudah maju, anak-anak sekolah sudah diwajibkan untuk membaca buku. Misalnya saja siswa SMA di Amerika, Belanda, dan Prancis diwajibkan membaca 30 buku sastra, di Jepang para siswa diwajibkan membaca 15 buku sastra, di Brunai diwajibkan membaca 7 buku sastra, dan di Singapura diwajibkan membaca 6 buku sastra. Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada kewajiban untuk membaca buku. Hal ini terjadi karena tidak adanya kemauan dari individu untuk membaca dan menulis terutama untuk membaca buku-buku bacaan. Sebagian orang yang gemar menulis biasanya karena adanya tuntutan yang mengharuskan mereka untuk menulis. Misalnya, mereka menulis hanya karena ingin naik pangkat saja, dan sebagainya. Seharusnya, keterampilan menulis yang baik itu adalah keterampilan menulis yang dituangkan dari apa yang kita pikirkan dan rasakan, bukan karena adanya tuntutan. Namun, jika kita lihat dari segi positifnya, menulis karena adanya tuntutan tidak masalah. Sebab, dengan adanya tuntutan atau paksaan tersebut dapat membuat suatu awal yang baik bagi seseorang untuk dapat mulai menulis meskipun tidak berdasarkan dari apa yang dipikirkan dan dirasakan. Karena kapan lagi seseorang akan terbiasa menulis jika bukan dari tuntutan.

Selain tingkat kesadaran membaca dan menulis masyarakat Indonesia yang masih rendah, ada pula faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan budaya literasi sulit dikembangkan di Indonesia, salah satunya yaitu masyarakat Indonesia lebih suka melakukan cara-cara yang praktis dan cepat untuk mendapatkan informasi dari pada membaca untuk mendapatkan informasi-informasi terbaru. Menurut data BPS (2006), bahwa masyarakat Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari jumlah total penduduk Indonesia, sedangkan masyarakat yang gemar menonton televisi sebanyak 85,9 persen, dan yang gemar mendengarkan radio 40,3 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung lebih suka mendapatkan informasi dari media elektronik terutama televisi, sehingga penonton hanya sebagai pelaku pasif. Sebab, hanya dengan menonton televisi sambil duduk dengan santai dan tenang serta melihat dan mendengarkan, mereka telah mendapatkan informasi tanpa harus bersusah payah dan menghabiskan waktu untuk membaca sebuah koran atau buku demi mendapatkan informasi tersebut. Keadaan seperti inilah yang nantinya dapat mengkikis budaya literasi dinegara kita.

Ada pula beberapa persoalan yeng menjadi perhatian kita dan patut diperbincangkan terkait rendahnya budaya membaca dan menulis di Indonesia yaitu adanya daya beli masyarakat yang rendah terhadap buku. Hal ini disebabkan karena mahalnya harga buku-buku bacaan. Selain itu, karena keadaan ekonomi atau masalah perekonomian yang menjadi faktor pemicu sehingga masyarakat sulit mengeluarkan uang untuk memeli buku-buku bacaan. Jangankan untuk membeli buku-buku bacaan, untuk membeli kebutuhan sehari-hari pun terasa sulit.
Dari kenyataan yang ada dalam masyarakat tentang budaya literasi, maka perlu diadakannya upaya-upaya untuk menumbuhkan serta membangun budaya literasi dalam masyarakat yang telah tergeser oleh adanya tekhnologi informasi atau media-media elektronik. Sebelum menumbuhkan budaya literasi atau budaya baca tulis dalam masyarakat, masyarakat harus benar-benar memahami terlebih dahulu tentang kebudayaan baca tulis sehingga dapat menimbulkan kesadaran dalam masyarakat tentang arti pentingnya kebudayaan baca tulis bagi kehidupan maupun bagi suatu negara. Budaya literasi hendaknya dapat ditumbuhkan sejak dini. Seharusnya sejak dini, kita mulai memperkenalkan buku-buku bacaan seperti buku dongeng, buku cerita bergambar, dan buku lain yang dapat menarik perhatian membaca seorang anak. Sehingga jika ia besar, ia akan terbiasa untuk membaca buku dan menyadari betapa pentingnya arti membaca. Selain itu, untuk menumbuhkan budaya literasi juga bisa dimulai dari diri sendiri. Mulailah memotivasi diri dan membiasakan diri untuk membaca. Karena membaca adalah budaya yang teramat penting bagi kita untuk menjadi bangsa yang kuat. Dengan sering membaca buku, kita dapat mengetahui segala macam informasi, pengetahuan, bahkan mampu mengelilingi dunia. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Mahmud Maruah dalam sebuah acara seminar bedah buku, bahwa dengan membaca kita bisa malihat dunia dan dengan menulis kita bisa merubah dunia. Disini sangat jelas sekali bahwa kebudayaan baca tulis sangat penting bagi suatu bangsa sekaligus dapat merubah peradaban dunia. Semakin baik budaya literasi suatu bangsa, semakin besar minat bacanya, dan semakin tinggi kualitas bacanya, maka semakin berkualitas pula sumber daya manusianya.

Bagi masyarakat yang sulit mengakses buku bacaan karena masalah perekonomian, kini pemerintah maupun swasta mulai membangun taman-taman bacaan yang hadir ditengah masyarakat. Selain itu, mulai banyaknya perpustakaan umum sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses bahan bacaan tanpa harus mengeluarkan uang untuk membeli buku. Kemudian, karena rendahnya kesadaran masyarakat dapat menghambat budaya literasi di Indonesia, maka bagaimana caranya untuk dapat membuat masyarakat agar lebih suka membaca buku dari pada menonton televisi. Salah satu caranya adalah dengan menyesuaikan bahan bacaan sesuai karakteristik lingkungan masyarakat dimana taman bacaan itu berada. Karena kebiasaan membaca itu tidak dapat dipisahkan dari persepsi kebutuhan dan manfaat akan informasi tertentu dari buku yang telah dibaca. Selain itu, untuk membangun budaya literasi, pemerintah dapat membuat program yang bertujuan untuk melestarikan budaya literasi. Misalnya, seperti didaerah Makassar, upaya untuk melestarikan budaya literasi telah diprogramkan sejak empat tahun yang lalu dimana pemerintahnya mencanangkan program “Gerakan Masyarakat Gemar Membaca”. Gerakan ini mengharapkan budaya literasi tumbuh ditengah masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Makassar.

Jadi kebudayaan literasi di Indonesia belum tumbuh dan berkembang dengan sebagaimana mestinya. Memang membutuh waktu yang lama untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi atau budaya baca tulis masyarakat Indonesia. Berbagai upaya pun perlu dilakukan dalam rangka menumbuhkan kebudayaan baca tulis pada masyarakat Indonesia. Karena secara tidak langsung budaya literasi telah menempatkan bangsa-bangsa kearah untuk maju dan berkembang. Namun, yang paling penting adalah membangun kesadaran bahwa budaya literasi ini merupakan salah satu faktor kunci dalam rangka kemajuan pendidikan dan peradaban. Oleh karena itu, masyarakat harus mulai menumbuhkan kesadaran untuk membaca dan menghindari perasaan takut untuk menulis karena dengan menulis bukan hanya menuangkan pikiran dan pengetahuan yang kita punya tetapi juga dapat berbagi pengetahuan kepada orang lain. Mudah-mudahan usaha-usaha yang dilakukan dapat membuahkan hasil dikemudian hari.



Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.