Header Ads

Breaking News
recent

Contoh Jurnal Keanekaragaman Jenis Serangga Dengan Metode Perangkap Cahaya ( Light Trap )

Contoh Jurnal Keanekaragaman Jenis Serangga Dengan Metode Perangkap Cahaya ( Light Trap )



LABORATORIUM EKOLOGI UMUM
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017




BAB 1
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang
Serangga merupakan spesies organisme yang mendominasi kehidupan di bumi, yaitu terdiri dari 1-4 juta spesies. Berbagai penelitian menyatakan bahwa makhluk hidup di dunia ini terdiri dari 80% arthropoda dan 20% hewan selain arthropoda dan manusia. Dari 80% arthropoda, 75% nya adalah serangga dan 25% adalah arthropoda lain selain serangga. Ordo Coeloptera merupakan serangga dengan jumlah spesies terbanyak dari seluruh kelompok serangga yang ada. Serangga merupakan hewan purba, telah ada di bumi sejak 400 juta tahun yang lalu dan diketahui sebagai hewan daratan pertama di bumi, kelompok mamalia berada di bumi ± 230 juta tahun yang lalu, sedangkan keberadaan manusia modern baru muncul ± 1 juta tahun yang lalu. Pengetahuan mengenai serangga pada masa lampau tidaklah lengkap, kebanyakan hanya merupakan dugaan dan berdasarkan pada bukti-bukti secara tidak langsung (Suputa dan Trisyono, 2004).
            Penggunaan perangkap warna berperakat merupakan suatu metode sederhana untuk mengetahui ukuran relatif serangga dan untuk mendeteksi awal munculnya serangga. Metode ini lebih efisien dibandingkan dengan metode satuan unit contoh, karena perangkap langsung mengumpulkan serangga yang berada yang berada di sekitar tanaman. Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan maupun zat atraktan. Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi hama bahkan dalam tingkat kepadatan rendah ( Sihombing, 2008).
             Mengingat pentingnya peran fauna tanah dalam menjaga keseimbangan ekosistem tanah dan masih relatif terbatasnya informasi mengenai keberadaan fauna tanah, perlu dieksplorasi potensi fauna tanah sebagai bioindikator kualitas tanah. Fauna tanah, termasuk di dalamnya serangga tanah, memiliki keanekaragaman yang tinggi di dalam ekosistem yang tinggi pula memerlukan bioindikator tanah (Matfuah, 2005).

1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah:
a.    Untuk mengetahui pengaruh perangkap cahaya yang diberikan terhadap hewan atau serangga malam.
b.   Untuk mengetahui jumlah hewan yang ditemukan pada percobaan.
c.    Untuk mengetahui jenis-jenis hewan atau serangga malam yang ditemukan.

1.3  Manfaat Praktikum
Adapun manfaat praktikum ini adalah:
a.    Dapat mengetahui pengaruh perangkap cahaya yang diberikan terhadap hewan atau serangga malam.
b.   Dapat mengetahui jumlah hewan yang ditemukan pada percobaan.
c.    Dapat mengetahui jenis-jenis hewan atau serangga malam yang ditemukan.


BAB 2
 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Serangga
Serangga adalah invertebrata beruas yang memiliki kerangka luar (eksoskeleton). Eksoskeleton selain berfungsi sebagai penyangga tubuh, alat proteksi diri, dan tempat melekatnya otot. Kulit serangga disebut integumen yang terdiri dari kutikula dan lapisan epidermis. Kutikula merupakan lapisan tipis yang strukturnya sangat kompleks yang terdiri dari epikutikula dan prokutikula. Epikutikula merupakan lapisan terluar integumen dan merupakan lapisan yang tipis, sedangkan prokutikula merupakan lapisan tebal yang terdiri atas eksokutikula dan endokutikula (Suputa dan Trisyono, 2004).
            Kelangsungan hidup dari suatu makhluk hidup tergantung pada kemampuannya untuk merasakan  rangsangan luar dan bereaksi dengan sesuai. Bermacam-macam mekanisme panca indra dan reaksi-reaksi dari pola yang sederhana sampai dengan yang sangat rumit. Reaksi-reaksi terhadap lingkungan semacam itu dapat secara fisiologis, kebutuhan untuk menyesuaikan diri dalam kecepatan suatu proses metabolisme, atau secara perilaku, mencakup perubahan-perubahan dalam orientasi tubuh atau pola-pola gerakan yang sederhana. Reaksi-reaksi secara fisiologis tidak membutuhkan gerakan tubuh. Gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam orientasi diperikan sebagai negatif jika mereka secara langsung menjauhi sumber rangsangan tersebut dan positif jika langsung menuju ke arahnya. Taksis adalah gerakan hewan-hewan menuju, menjauhi atau pada sudut tertentu langsung ke arah rangsangan (Michael, 1994).
Serangga merupakan organisme yang sangat melimpah keberadaannya dan mampu hidup dimana saja, baik di darat maupun di air. Habitat serangga sangat bervariasi, masing-masing spesies mempunyai kekhasan tempat hidup oleh karena itu perlu dipikirkan metode penangkapan dan koleksi yang tepat untuk mendapatkan spesies serangga yang diinginkan. Masing-masing metode dikembangkan untuk menangkap serangga yang khas yang didasarkan pada perilaku dan habitatnya. Entomologi adalah salah satu cabang ilmu zoologi yang mempelajari segala sesuatu mengenai serangga (entomon adalah serangga; logos adalah ilmu) dan orang yang mempelajari serangga bisa jadi berprofesi sebagai peneliti, guru, dosen, petani dan bahkan para penghobi. Serangga hidup di semua habitat dan niche di bumi ini, baik di darat maupun di perairan. Hal ini menunjukkan bahwa serangga memiliki kemampuan adaptasi yang sangat hebat terhadap lingkungan. Keberadaan serangga hingga saat ini menunjukkan bahwa serangga adalah hewan yang sukses hidup dengan adaptasi yang sangat hebat. adaptasi serangga ini didukung oleh ukuran tubuh serangga yang kecil, mempunyai eksoskeleton, kecepatan reproduksi yang tinggi, bermetamorfosis, mempunyai kemampuan terbang, serta memiliki kemampuan mempertahankan diri baik terhadap cekaman lingkungan maupun terhadap musuhnya (Suputa dan Trisyono, 2004).

2.2 Gerakan pada Serangga
Taksis merupakan bentuk adaptasi perilaku yang paling sederhana. Tidak semua orientasi dapat disebut taksis. Untuk  suatu gerakan yang dinamakan taksis, ia harus secara terus menerus diorientasi berhubungan dengan rangsangan-rangsangan khusus. Taksis dikatakan sebagai dari arah orientasi-orientasi dan gerakan (positif atau negatif) sesuai dengan rangsangan-rangsangan alam (sebagai contoh rangsangan cahaya menghasilkan fototaksis). Taksis dapat beranah dari pola-pola reaksi otomatis sederhana dan halus sampai dengan perilaku yang rumit mencakup 2 atau lebih taksis. Orientasi pada sebagian besar hewan merupakan hasil dari foto dan geotaksis. Jika faktor-faktor lain turut campur dalam orientasi dasar tersebut, akan terjadi kerumitan. Dalam mempelajari percobaan-percobaan, mungkin saja untuk menyediakan taksis alami dengan memberikan kejutan secara elektrik pada hewan percobaan tersebut, setiap saat ia akan bereaksi secara alami. Taksis-taksis sederhana mudah diganggu oleh keterlibatan proses-proses lain (Michael, 1994).

2.3 Sejarah Serangga
Pengetahuan mengenai keberadaan serangga pada masa lampau tidaklah lengkap, kebanyakan hanya merupakan dugaan dan berdasarkan pada bukti-bukti secara tidak langsung. Ada 4 sumber informasi utama yang bisa dijadikan dasar tentang keberadaan serangga di masa lampau yaitu: (1) Fakta sejarah, (2) Fosil, (3) Hubungan filogenetik, (4) Distribusi geografi. Serangga primitif (serangga tak bersayap) muncul setelah tumbuhan perintis tercipta di daratan. Pada saat itu kira-kira 410 juta tahun yang lalu semua filum utama tumbuhan perintis dan hewan termasuk arthropoda telah berkembang dengan baik. Pada saat itu sekitar 375 tahun yang lalu kondisi udara dingin, basah, dan lembab sehingga kemunculan tumbuhan paku yang sangat melimpah di darat. Setelah itu iklim menjadi hangat dan lembab serta tercipta suatu kondisi lingkungan yang semakin kompleks sehingga muncullah serangga yang bisa terbang (Suputa dan Trisyono, 2004).

2.4 Penangkapan Serangga Metode Jerat dan Macam-Macam Jerat Serangga
Penjeratan jerat terdiri dari dua jenis yang menangkap hewan secara acak dengan intersepsi, dan yang tertarik kepadanya dalam berbagai cara. Kategori jerat yang kedua memungkinkan terjadinya kesalahan. Sejumlah jerat dari kedua jenis, serta yang sedang, yang menggabungkan intersepsi dan penarikan, diperikan. Yang mana pun atau gabungan jerat ini dapat digunakan bergantung pada tujuan pengamatan. Jerat adalah tepat guna bila kontras penyinaran ditandai. Sinar bulan atau penyinaran buatan sekitarnya (sinar lampu atau sinar-sinar dari rumah-rumah tetangga) akan mengurangi ukuran penangkapan. Intensitas sinar yang bertambah seringkali menyebabkan pertambahan penangkapan. Serangga terbang yang lemah seringkali lolos, karena mereka mampu mengubah geraknya, dan menghindari intensitas sinar yang terlalu tinggi didekat sumbernya. Pencegah yang dipasang pada jerat membantu untuk menangkap serangga-serangga seperti itu. Serangga yang terbang lebih cepat dan lebih berat tidak dapat menghindari intensitas  sinar yang tinggi pada saat terakhir dan dengan demikian tertangkap didalam jerat. Ketinggian pemasangan jerat sinar mempengaruhi penangkapan. Umumnya, makin tinggi jerat dipasang, makin kecil penangkapan, karena rapatan aerial kebanyakan serangga akan menurun dengan ketinggian (Michael, 1994).
Cahaya memiliki pengaruh yang besar bagi hampir semua serangga dalam kemampuan bertahan hidup dan berkembangbiak. Sebuah sistem visual berkembang dengan baik memungkinkan serangga untuk segera dan langsung menanggapi rangsangan cahaya dari berbagai jenis dalam pencarian mereka untuk makanan, pasangan, rumah, dan menghindari bahaya. Penyinaran mempengaruhi organisme dalam dua cara: mungkin baik menginduksi jangka pendek (diurnal) respon perilaku yang terjadi pada waktu tertentu dalam siklus 24 jam, atau membawa jangka panjang (musiman) respon fisiologis yang menjaga organisme selaras dengan perubahan lingkungan kondisi. Organisme yang menunjukkan respon fotoperiodik dikatakan memiliki jam biologis. Sifat yang tidak diketahui, meskipun dampaknya pada hewan sering terwujud melalui perubahan aktivitas endokrin (Gillott, 1982).
Macam-macam jerat yaitu: (1) Jerat lubang banyak digunakan sebagai peralatan pengumpul untuk arthropoda penghuni permukaan seperti laba-laba, lipan, belalang, dan serangga. Penangkapan semata-mata dengan jerat lubang tidak berguna dalam penaksiran ukuran populasi, atau untuk perbandingan komunitas. Ketepatgunaan jerat beragam dari spesies ke spesies dan dari habitat ke habitat. Jenis spesies dan jumlah yang terjerat bergantung pada lokasi jerat, pada ketersediaan pasokan makanan di sekitar jerat, jumlah uap air dalam tanah, keadaan cuaca yang mempengaruhi perilaku hewan, dan perubahan-perubahan dalam tingkat-tingkat sejarah kehidupan hewan. Tinggi mulut jerat, dan jumlah permukaan tanah yang bebas tumbuhan di sekitar jerat akan mempengaruhi penangkapan secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan demikian, akan perlu untuk mengambil pertimbangan mengenai irama aktivitas harian, keberadaan musiman dan penyebaran vegetasi hewan dalam kaitannya dengan vegetasi pada saat pemasangan jerat lubang. (2) Jerat sinar adalah penyinaran kuat yang bertentangan dengan lingkungan gelap mempengaruhi orientasi fotik serangga-serangga. Prinsip ini digunakan dalam jerat sinar untuk menangkap serangga-serangga. Beragam jenis jerat sinar telah dirancang untuk mengumpulkan krepuskular dan serangga yang terbang malam. Lampu-lampu parafin atau asitelin digunakan dalam pola lama. Bola lampu listrik filamen wolfram, sinar ultra lembayung, atau bola lampu sinar hitam digunakan dalam jerat-jerat modern. (3) Jerat Rothamstead adalah bola lampu listrik unsur wolfram 200 W, di pasang pada atap, dibawahnya jerat dipasang untuk mengumpulkan serangga. Wadah pembunuh dilekatkan pada lantai kayu jerat. Meskipun atap mengurangi ukuran penangkapan, ia mencegah air hujan masuk dalam jerat, yang dengan demikian dapat digunakan dalam segala cuaca. (4) Jerat-jerat Robinson adalah sinar ultra lembayung digunakan untuk menambah penangkapan Lepidoptera yang lebih besar. Tidak ada atap diatas bola lampu yang dilindungi oleh sebuah kerucut tembus pandang. Kotak tempat serangga-serangga dikumpulkan, dapat memiliki blok-blok plester paris yang direndam dengan zat pembunuh, atau bila penangkapan dibutuhkan hidup-hidup, blok-blok ini dapat diabaikan, dan papan-papan kayu yang direjam menjadi potongan-potongan dapat diletakkan sebagai gantinya. Serangga-serangga kemudian akan berlindung didalamnya. (5) Jerat penyedot adalah berbagai jenis jerat penyedot dikembangkan untuk mengambil sampel udara  (Michael, 1994).

2.5 Peranan Serangga yang Penting bagi Manusia
2.5.1 Serangga bermanfaat dan serangga netral
            Serangga bermanfaat dan serangga netral terdiri dari 90% dari keseluruhan serangga yang ada dimuka bumi ini. Berbagai peran serangga bermanfaat adalah sebagai rantai makanan dalam ekosistem, pengurai bahan organik, pembantu aerasi dalam tanah, pembantu keseimbangan ekosistem dan konservasi hutan, penyerbuk tanaman, model dalam ilmu pengetahuan, indikator lingkungan dan iklim, bahan baku industri, makanan dan bahan inspirasi-seni.

2.5.2 Serangga yang merugikan/sebagai hama
            Serangga yang bersifat hama hanya 10% dari serangga yang ada di muka bumi meskipun peranan serangga ini menjadi sangat penting bagi manusia karena telah mampu menyebabkan kerugian yang sangat besar baik pada manusia secara langsung maupun pada tanaman serta pemukiman. Serangga yang merugikan ini umumnya bersifat hama pada daerah pemukiman, tanaman budidaya (hama tanaman maupun hama gudang), manusia (mengganggu secara langsung), maupun sebagai vektor penyakit manusia, hewan, tumbuhan. Serangga yang merugikan dapat berupa hewan yang mengganggu ekosistem yang berada dilahan pertanian masyarakat maupun yang berada dilingkungan (Suputa dan Trisyono, 2004).


BAB 3
BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 4 November 2016 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai bertempat di Laboratorium Ekologi Umum, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat light trap, pitting, colokan, lampu 45 watt, kabel listrik, spidol permanen, plastik ukuran 10kg, karet gelang dan buku identifikasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%.

3.3. Metode Kerja
Ditentukan tiga wilayah yang akan menjadi jebakan lokasi light trap, dipasang lampu dengan intensitas cahaya sebesar 45 watt pada bagian atas alat light trap. Setelah terpasang, corong bagian bawah diberi jebakan kantung plastik yang berisi alkohol 70%. Setiap tiga jam sekali jebakan diambil dan diamati jenis hewan apa saja yang masuk ke dalam perangkap dan dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diberi label masing-masing wilayah. Dihitung jumlah masing-masing spesies dan dicatat pada buku data. Dilakukan sebanyak tiga kali secara berotasi ditempat yang berbeda.



BAB  4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Data Hasil Pengamata Light Trap
No
Famili
Spesies
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Total
1
Staphylinidae
Paederus littoralis
-
-
1
1
2
Cullicidae
Aedes sp.
-
1
-
1
3
Drosophilidae
Drosophila sp.
-
3
-
3
4
Tipulidae
Tipula sp.
1
1
-
2
5
-
Coleoptere sp1.
-
-
1
1
6
-
Hymenoptera sp1.
13
4
3
20
7
-
Homoptera sp1.
-
-
1
1
Total
14
9
6
29
Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan bahwa spesies yang paling banyak ditemukan adalah dari ordo Hymenoptera sp 1, dimana spesies tersebut ditemukan di tiap masing-masing stasiun dengan jumlah 20 buah. Dan spesies yang paling sedikit ditemukan adalah Paederus littoralis sp 1, Aedes sp. , Coeloptera sp 1, dan Homoptera sp 1, dimana spesies tersebut hanya ditemukan pada salah satu stasiun dengan jumlah 1 buah.
            Menurut Latip (2015), komunitas yang keanekaragamannya rendah satu atau dua spesies dapat menjadi dominan. Sebaliknya pada pengamatan arthropoda tajuk yang diaplikasi menunjukkan pengaruh aplikasi insektisida terhadap penurunan jumlah famili dan jumlah populasi. Pada pengamatan arthropoda permukaan tanah, H’ tertinggi pada awal pengamatan dan mulai menurun sampai akhir pengamatan. Perubahan arthropoda, Indeks Keanekaragaman dan Kemelimpahan terjadi sejalan perkembangan fase tumbuh tanaman sebagai habitatnya. Hal ini disebabkan semakin tua tanaman, populasi dan komposisi arthropoda makin menurun, karena kondisi habitatnya menjadi kurang cocok, sehingga banyak serangga berpindah ke habitat baru atau mati bila gagal beradaptasi. Secara umum keanekaragaman berbagai spesies cenderung lebih rendah pada pertanaman agroekosistem, karena terganggu oleh adanya aktivitas manusia dibanding pertanaman vegetasinya masih alami yang masih terjaga.
4.2 Tabel Perhitungan Data Hasil Pengamatan Light Trap
No
Famili
Spesies
K
KR
FK
H
1
Staphylinidae
Paederus littoralis
0,0011
3,4482%
33,33%
1,1422
2
Cullicidae
Aedes sp.
0,0011
3,4482%
33,33%

3
Drosophilidae
Drosophila sp.
0,0033
10,3448%
33,33%

4
Tipulidae
Tipula sp.
0,0022
6,8965%
60,67%

5
-
Coleoptere sp1.
0,0011
3,4482%
33,33%

6
-
Hymenoptera sp1.
0,0220
68,9655%
100%

7
-
Homoptera sp1.
0,0011
3,4482%
33,33%

Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan bahwa spesies yang memiliki nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif dan Frekuensi Kerapatan yang tertinggi adalah spesies Hymenoptera sp 1 yaitu secara berurutan memiliki nilai 0,0220, 68,9655%, dan 100%. Dan yang memiliki nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif dan Frekuensi Kerapatan yang terendah adalah spesies Paederus littoralis, Aedes sp , Coeloptera sp 1, dan Homoptera sp 1, yang masing-masingnya memiliki nilai yang sama yaitu secara berurutan memiliki nilai 0,0011, 3,4482%, dan 33,3%.
Menurut Michael (1994), untuk memperkirakan rapatan absolut suatu populasi sering tidak memungkinkan. Dalam hal ini, diperlukan pengetahuan mengenai rapatan relatif populasi. Rapatan relatif adalah angka banding dimana suatu populasi melebihi populasi lainnya dalam rapatan. Dalam pengukuran seperti itu, ukuran populasi sebenarnya dapat di buat bila fluktuasi dalam ukuran populasi pada selang waktu tertentu di pelajari. Semua cara untuk pengukuran rapatan relatif bergantung pada pengumpulan sampel yang harus memiliki pemikiran tetap mengenai hubungannya terhadap ukuran populasi tersebut.
Menurut Sihombing (2013), penggunaan perangkap warna berperekat merupakan suatu metode sederhana untuk mengetahui ukuran relatif serangga dan untuk mendeteksi awal munculnya serangga. Metode ini lebih efisien dibandingkan dengan metode satuan unit contoh, karena perangkap langsung mengumpulkan serangga yang berada disekitar tanaman. Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan maupun zat atraktan. Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi hama bahkan dalam tingkat kepadatan rendah.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
a. Pengaruh perangkap cahaya yang diberikan terhadap hewan atau serangga malam adalah untuk menarik perhatian hewan atau serangga malam (nokturnal) yang menyukai cahaya lampu, sehingga serangga tersebut terperangkap dalam suatu plastik yang telah berisi alkohol 70%.
b. Jumlah hewan yang ditemukan dalam percobaan adalah 9 spesies serangga malam yang berbeda.
c. Jenis hewan atau serangga malam yang ditemukan adalah Macrotermes gilvus, Culex sp., Anopheles sp., Monomorium sp., Hymenoptera sp 1, Coeloptera sp 1, Coeloptera sp 2, Coeloptera sp 3, Orthoptera sp 1.

5.2 Saran
Adapun saran dalam praktikum ini adalah:
a. Sebaiknya praktikan lebih memahami prosedur kerja agar praktikum berjalan lancar.
b. Sebaiknya praktikan harus lebih teliti dalam mengidentifikasi sampel yang  telah didapat.
c. Sebaiknya stasiun yang dipergunakan dalam praktikum diperbanyak agar jenis serangga malam yang didapat lebih banyak.


DAFTAR PUSTAKA


Gillott, Cedric. 1982. Entomology. New York and London: Plenum Press.

Latip, D., Pasaru, F., Hasriyanti. 2015. Keanekaragaman Serangga Pada Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.) Yang Diaplikasi Insektisida dan Tanpa Insektisida. Vol 3 (2).

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: UI Press.

Sazali, Munawir. 2015. Identifikasi Fauna Tanah Pada Areal Pascapenambangan Tanah Urugan Sebagai Reklamasi Lahan Pertanian di Desa Lendang Nangka Provinsi Nusa Tenggara Barat. Vol 7 (2).

Sihombing, S.W., Pangestiningsih Y., Tarigan M. U. 2013. Pengaruh Perangkap Warna Berperekat Terhadap Hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) (Hemiptera : Miridae) Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.). Vol 1 (4).

Suputa dan Trisyono, Y. A. 2004. Buku Ajar Entomologi Dasar. Yogyakarta: Penerbit UGM.





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.