Header Ads

Breaking News
recent

INVENTARISASI MELASTOMACEAE DI KAWASAN HUTAN TAMAN EDEN 100 DESA SIONGGANG UTARA KECAMATAN LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA

INVENTARISASI MELASTOMACEAE DI KAWASAN HUTAN
TAMAN EDEN 100 DESA SIONGGANG UTARA
KECAMATAN LUMBANJULU
KABUPATEN TOBA SAMOSIR SUMATERA UTARA





BAB 1
PENDAHULUAN


1.1     Latar belakang
Hutan merupakan tempat penyimpanan dan pengemisi karbon. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan tempat penyimpanan karbon dan disebut rosot karbon (carbon sink). Menurut Kementerian Kehutanan (2006), kerusakan hutan di Indonesia sudah mencapai kurang lebih 50% (59,62 juta ha) dan ini terus bertambah 2,8 juta ha/tahun. Secara signifikan mengurangi sumber karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan bumi. Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global ini akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit (Yamani, 2013).
               Melastomataceae adalah keluarga besar dengan banyak potensi yang belum ditemukan. Karena setiap hari berlangsung, semakin banyak temuan yang terungkap dan daftarnya semakin lama. Cakrawala semakin meluas di jalan-jalan seperti studi potensi musuh keluarga ini. Baru-baru ini, infeksi yang rentan oleh patogen sariawan Eucalyptus, Chrysoporthe cubensis, Rhynchanthera mexicana, Tibouchina urvilleana dan Melastoma malabathricum. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa Melastoma malabathricum rentan terhadap kumbang Chrysomelidae. Kumbang dipandang sebagai agen pengendali biologis potensial Melastoma malabathricum, yang dianggap sebagai perkebunan penghasil rumput liar yang berbahaya. Beberapa anggota Melastomataceaetelah dipelajari lebih banyak dibandingkan spesies atau anggota lain dalam keluarga mungkin karena ketersediaan tanaman dalam kelimpahan (Abdullah, 2007).
1.2    Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis melastomaceae di Kawasan Hutan Taman Eden 100 Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.

1.3    Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah dapat mengetahui keanekaragaman jenis melastomaceae di Kawasan Hutan Taman Eden 100 Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Hutan
Hutan alam hujan tropik dataran rendah tanah kering merupakan hutan alam dengan karakteristik tegakan yang khas, yaitu memiliki keragaman jenis pohon yang tinggi, tingkat perkembangan pohon yang beragam, dan keragaman dimensi pohon yang tinggi. Sebagian besar areal hutan alam saat ini merupakan areal hutan bekas tebangan atau hutan terdegradasi lainnya. Kondisi struktur tegakan hutan bekas tebangan diduga berbeda dengan kondisi struktur tegakan di hutan primer. Informasi tentang struktur tegakan ini dipandang penting karena ditinjau dari faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi tegakan (timber standing stock) minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola, sedangkan ditinjau dari faktor ekologi, struktur tegakan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan (Muhdin et al., 2008).
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No.41 Tahun 1999). Menurut UNFCCC, definisi hutan adalah suatu area dengan luas 0.05 – 1 hektar dengan tutupan kanopi minimum 10%-30%, dan tinggi minimum 2-5 meter, sedangkan pengertian hutan menurut FAO adalah area seluas minimum 0,5 ha dengan tutupan kanopi minimum 10% (kepadatan kanopi ditentukan dengan mengestimasi bidang tanah yang dinaungi oleh mahkota pohon) dan tinggi pohon minimum 5 meter dengan kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon maka hutan memiliki peran penting dalam hal perubahan iklim.Pemantauan terhadap hutan perlu dilakukan untuk memelihara hutan dari ancaman dalam bentuk degradasi dan deforestrasi (Sambodo et al., 2014).
Hutan secara umum dikenal sebagai suatu sumberdaya yang sangat unik, yang memberi manfaat sangat beragam bagi kehidupan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Proses-proses interaksi di antara berbagai komponen-komponen penyusunnya selalu bersifat saling menguntungkan dan ketergantungan, sehingga setiap bentuk kehidupan dan ekosistem hutan mempunyai kemampuan berbeda dalam hal pemenuhan kebutuhannya akan kondisi lingkungan termasuk unsur-unsur iklim. Adanya perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan hidup tersebut dapat membentuk masyarakat tumbuhan yang mempunyai ciri khas tertentu, termasuk tumbuhan pohon, semak belukar, pemanjat, pencekik, parasit dan epifit (Sujalu, 2008).
2.2 Melastomataceae
Melastomataceae adalah kelurga tanaman berbunga ketujuh terbesar, dengan sekitar 166 marga dan 4.500 spesies yang 3000 diantaranya Neotropis. Pusat keragaman untuk keluarga didistribusikan di dua wilayah dengan kondisi lingkungan yang berbeda Andes di utara Amerika Selatan, dan pegunungan tengah tengah selatan Brasil. Di Brasil, ada >1500 spesies Melastomataceae yang didistribusikan di habitat mulai dari hutan lembab untuk membuka formasi tanaman Cerrado, wilayah Savana Neotropika di Brasil Tengah. Dibandingkan dengan keluarga tropis lainnya, Melastomataceae relatif konservatif dalam sistem morfologi dan penyerbukan bunga mereka. Sebagian besar spesies memiliki bunga hermaprodit dengan antiseng berpelindung dan ditandai dengan herkogami, yang mendukung allogami. Biasanya, serbuk sari adalah satu-satunya sumber daya yang ditawarkan dan lebah yang mampu menggetarkan antena (penyerbukan buzz) adalah penyerbuk utama. Sebagian besar spesies apomictic Melastomataceae termasuk dalam suku Miconieae (88%), dan mereka memiliki distribusi yang lebih luas daripada spesies seksual dari suku yang sama. Jika hubungan antara sistem pemuliaan dan distribusi geografis ini berlaku untuk keluarga secara keseluruhan, orang akan mengantisipasi bahwa spesies Melastomataceae dengan distribusi terbatas cenderung merupakan spesies seksual, bergantung pada penyerbukan untuk keberhasilan reproduksi mereka (Santoso, 2012).
Cara perkawinan silang pada Melastomataceae terutama melalui pemisahan serbuk sari dan kepala putik, yang terjadi karena serbuk sari terbungkus di dalam kepala sari yang dimanipulasi oleh binatang, biasanya lebah, untuk melepaskan butir serbuk sari. Bunga menawarkan banyak serbuk sari tetapi produksi nectar sangat jarang. Jenis lebah yang dikenal mengunjungi Melastomataceae belum jelas apakah benang sari yang mencolok pada Melastomataceae memiliki fungsi dalam mekanisme penyerbukan selain daya tarik visual dari bunga dan membuatnya lebih mudah dipegang bagi lebah. Persebaran biji berlangsung melalui angin, pada jenis yang berbuah beri, buah biasanya dibawa oleh burung, dan juga oleh binatang berkantung, primata, kelelawar, mamalia lain, kura-kura dan reptil (Kartikasari, 2012).
2.3. Manfaat melastomataceae
Tumbuhan dari famili Melastomataceae telah dipelajari secara ekstensif pada aktivitas anti bakteri. Sebagian besar studi ini mengkonfirmasi bahwa famili ini memiliki sifat menghambat pertumbuhan bakteri. Clidemia hirta telah terbukti menyebabkan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus daun Clidemia hirta pernah dilaporkan memiliki aktifitas bakterisida pada Pseudomonas aeruginosa dan bakteriostatis pada Enterococci faecalis (Fendiyanto et al., 2014).
Tanaman harendong (Melastoma affine D. Don) secara empiris diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan diantaranya mengobati luka dan sakit gigi serta sebagai anti malaria. Buah dari tanaman ini berwarna ungu dan diduga mengandung senyawa metabolit sekunder termasuk fenol dan flavonoid (Syafitri, 2014).
Melastoma malabathricum L. termasuk famili Melastomataceae adalah salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang banyak dimanfaatkan masyarakat di Asia. Masyarakat di Indonesia dan Malaysia, menggunakan daun dan akar dari tumbuhan ini untuk mengobati penyakit diare, mengatasi gangguan pencernaan, disentri, keputihan (leukorea), wasir, luka, sakit gigi dan sariawan. Masyarakat di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, juga menggunakan daun ini sebagai obat penurun demam dengan cara meminum air rebusan daun (Handayani, 2017).

2.4Pesebaran Melastomataceae
               Melastomataceae terdiri dari 3000 spesies di neotropika, 1000 di Asia tropis, 240 di Afrika, dan 225 di Madagaskar pada 150-166 genera, dan taksir sampel datang dari seluruh rentang geografis ini. Berdasarkan fosil, rentang kerabat terdekat, pohon topologi, dan divergensi molekuler dikalibrasi, awalnya Melastomataceae terdiversifikasi di zaman Paloecene / Eosen di hutan tropis utaradari Tethys. Fosil mereka yang paling awal (Eosen) berasal dari Timur Laut, Amerika Utara, dan selama melastom Oligosen dan Miosen terjadi di Amerika Utara maupun diseluruh Eurasia. Mereka juga memasuki Amerika Selatan, dengan paling awal (Oligosen) Amerika Selatan fosil yang mewakili Merianieae. Satu klade (Melastomeae) mencapai Afrika dari neotropika 14-12 juta tahun yang lalu dan dari sana menyebar ke Madagaskar, India, dan Indocina. Basalmost Melastomataceae (Kibessieae, Astronieae) adalah garis keturunan spesies miskin yang dibatasi ke Asia Tenggara. Namun, klade Asia yang lebih diturunkan (Sonerileae atau Dissochaeteae) berulang kali mencapai Madagaskar dan Afrika selama Miosen dan Pliosen. Bertentangan dengan hipotesis sebelumnya, distribusi Melastomataceae saat ini paling baik dijelaskan oleh penyebaran jarak jauh yang tidak homogen, bukan fragmentasi Gondwana (Renner, 1993).

2.5Ciri-ciri Melastomataceae
Melastomataceae adalah salah satu keluarga tanaman berbunga terbesar. Ini terdiri dari sekitar 4.500 spesies dalam jumlah kurang dari 200 marga, didistribusikan di daerah tropis dan sub tropis diseluruh dunia. Catatan fosil yang terbatas telah menghasilkan sudut pandang hipotetis yang berbeda mengenai sejarah biogeografi keluarga ini. Meskipun ketidakpastian dalam keluarga monofosit ini, synapomorphy yang paling jelas adalah venasi daun akromromat. Anggota keluarga ini terdiri dari beragam bentuk vegetatif dari beberapa sentimeter tanaman tinggi sampai tanaman merambat berkayu, hingga semak belukar dan bahkan sampai beberapa meter pohon tinggi. Meskipun memiliki anggota yang luas, tersebar luas diseluruh dunia, keluarga ini adalah salah satu yang paling sedikit dipelajari atau dieksploitasi (Abdullah, 2007).
               Herbal, semak, atau pohon (setinggi 20 m), tegak, memanjat, atau jarang epifit. Tonjolan Daun sederhana, biasanya dengan salah satu pasangan yang sedikit lebih kecil dari yang lain, biasanya (1 sampai 5) vena sekunder pada setiap sisi midvein, berasal pada atau dekat pangkal dan anastomosis apikal, vena tersier banyak, paralel, dan menghubungkan vena sekunder dan midvein tapi di Memecylon pertulangan daun menyirip dan vena tersier reticulate. Inflorescences simbolis, umbellate, corymbose, atau jarang berbunga tunggal, fascicled. Bractea kadang mencolok dan gigih. Bunga biseksual, aktinomorf tapi androecium sering sedikit zygomorf, biasanya (3,4,5 atau 6) perigynous bracteoles kebalikannya, biasanya caducous. Calyx  3 sampai 6, valvate (jarang berkonotasi). Kelopak (3-5 atau 6), sama dengan jumlah sepal. Balsem biasanya dua kali lipat kelopak bunga dan 2, jarang seperti kelopak karena kehilangan 1 whorl, isomorfik atau dimorfik; filamen berbeda, antera biasanya 2-celled, introrse, basifixed, dehiscent oleh 1 atau 2 pori-pori apikal atau dengan celah longitudinal pendek. Putik1; stigma, capit atau truncate. Ovarium umumnya inferior atau semi-inferior, locans biasanya (3,4,5 atau 6) denganbanyak ovula anatropia. Bakal buah aksila, parietal atau pusat bebas. Buah kapsul kering atau berdaging atau berry, secara dehiscent atau tidak sesuai. Benih biasanya kecil, melengkung sampai setengah lingkaran atau berbentuk baji (Jie, 2003).

2.6. Clidemia hirta
Clidemia hirta juga dikelompokkan sebagai salah satu dari seratus spesies asing paling invasif di dunia. Berdasarkan pengamatan, Clidemia hirta tumbuh berkelompok sebagai tumbuhan tegakan rendah. Hasil pengamatan menunjukkan tumbuhan Clidemia hirta memiliki perawakan semak. Bunga tumbuhan ini memiliki ciri: infloresens terbatas, daun mahkota (petal) berwarna putih, benang sari berjumlah sepuluh, bunga biseksual, tabung kelopak melebar berbentuk lonceng dengan panjang 0.5 cm, dan tangkai bunga berukuran 3-4 cm. Daun Clidemia hirta memiliki ciri: pertulangan daun melengkung 3-9, bentuk daun bulat telur, ujung daun meruncing, pangkal daun berbentuk jantung, tepi daun beringgit (crenate), permukaan daun adaksial dan abaksial berambut, panjang daun 5-18 cm, lebar daun 3-10 cm, daun tanpa stipula, dan tangkai daun berambut jarang. Batang Clidemia hirta memiliki ciri: tegak, ditutupi dengan rambut halus, bertangkai berhadapan, tingginya 82-190cm (Fendiyanto, 2014).
Clidemia hirta termasuk dalam ordo Myrtales, family Melastomataceae. Clidemia hirta merupakan gulma perdu tahunan, gulma yang tangguh dengan perakarannya yang kuat dan batangnya yang keras. Tumbuhan ini sering dijumpai di tepi hutan, semak belukar, ditepi jurang, daerah terbuka dan terganggu seperti pinggir jalan, padang rumput. Selain itu Clidemia hirta ini merupakan golongan gulma berdaun lebar yang cenderung tumbuh dengan habitat agak ternaungi (Palijama, 2012).

BAB  3
BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Desember 2017 sampai Jumat, 12 Januari 2018 bertempat di Kawasan Hutan Taman Eden 100 Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara dan Laboratorium Sistematika Tumbuhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan
              Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah jarum, papan kerja, gunting tanaman, penggaris, tas karung, tali kompor, tallysheet, kain hitam, pulpen, busa, camera digital, sasak, kardus dan label gantung, sedangkan bahan yang digunakan yaitu alkohol, koran, tissue, kapur barus, plastik klep, plastik, spidol dan benang.

3.3 Metode Kerja
3.3.1 Metode lapangan
              Praktikum ini menggunakan metode jelajah yaitu dengan mengeksplorasi kawasan hutan melalui jalur yang telah ditentukan kemudian melihat sisi kiri dan kanan sejauh 5 m. Dilakukan pengamatan morfologi pada permukaan batang dan daun serta warna bunga yang terdapat pada famili Melastomataceae yang ditemukan dan dicatat dengan alat tulis pada thallysheet. Pengkoleksian tumbuhan dilakukan dengan mengambil tanaman dengan gunting tanaman yang sebelumnya telah difoto dengan kamera digital. Sampel yang telah dikoleksi diberi label gantung yang ditulis kode sampel dengan spidol permanent dan dimasukkan ke dalam plastik berukuran 10 kg lalu disimpan didalam tas goni. Semua sampel yang telah dikoleksi diletakkan diatas kain hitam lalu difoto dengan kamera digital dan sampel tersebut dibungkus koran dan dimasukkan ke dalam plastik 10 kg diberi alkohol secukupnya secara merata dan dilakban dengan lakban cokelat.

3.3.1 Metode Laboratorium
              Metode yang dilakukan dilaboratorium yaitu dengan mengidentifikasi sampel yang dikoleksi dilapangan. Sampel yang telah dibungkus koran diganti dengan koran yang baru. Sampel yang telah dirapikan diapit dengan papan kayu dan koran lalu diikat dengan sumbu kompor, dikeringkan dalam oven selama beberapa hari sampai sampel kering. Sampel yang telah kering diidentifikasi berdasarkan cirri-ciri morfologi yang dicatat dilapangan. Kemudian sampel yang telah teridentifikasi di jahit di kertas mounting lalu di tempelkan label no koleksi dan deskripsi pada kertas mounting. Setelah itu di masukkan kedalam plastik wayang lalu di lakban.



BAB  4
HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Keanekaragaman Jenis Famili Melastomataceae di Kawasan Hutan         Taman Eden 100
Berdasarkan hasil praktikum yang dilaksanakan di hutan Taman Eden 100 Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara ditemukan 7 spesies dari famili Melastomataceae dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

4.1.1 Tabel Keanekaragaman Jenis Famili Melastomataceae di Kawasan Hutan Taman Eden 100
No
Famili
Genus
Species
1
Melastomataceae
Dissochaeta
Dissochaeta divaricata G. Don
2
Melastomataceae
Clidemia
Clidemia hirta (L.)D. Don
3
Melastomataceae
Phyllagathis
Phyllagathis rotundifolia (Jack) Blume
4
Melastomataceae
Miconia
Miconia oinochrophylla Donn. Sm.
5
Melastomataceae
Melastoma
Melastoma candidum D. Don
6
Melastomataceae
Tococa
Tococa platyphylla Benth.
  7
Melastomataceae
Pternandra
Pternandra sp.
Berdasarkan Tabel 4.1.1 Persebaran famili Melastomataceae pada Kawasan Hutan Taman Eden 100 didapatkan 7 spesies. Spesies yang paling dominan ditemukan pada lokasi penjelajahan adalah Phyllagathis rotundifolia. Hal ini disebabkan karena kondisi kelembapan dan cahaya yang sesuai dengan habitat Phyllagathis rotundifolia sehingga spesies tersebut banyak ditemukan di lokasi praktikum.
              Menurut  Philip (2007), Phyllagathis rotundifolia adalah tanaman obat yang digunakan di Semenanjung Malaysia. Daun dan akar digunakan untuk mengobati malaria, demam pada anak-anak dan untuk memberi kekuatan pada para ibu yang baru saja melahirkan. Ramuan abadi ini biasa terjadi pada hutan dataran rendah. Sebuah penelitian dilakukan untuk mendokumentasikan pertumbuhan kebutuhan tanaman. Pertumbuhan fisiologis dan perkembangan daun dalam kondisi cahaya yang berbeda. Telah dicatat bahwa saat tumbuh dengan intensitas cahaya yang sangat rendah,ukuran daunnya lebih besar. Ukuran daunnya berkurang secara signifikan saat ditanam di bawah naungan parsial. Selain cahaya, kondisi kelembapan lebih diutamakan.
              Menurut Palijama (2012),  kondisi pH tanah, kelembaban tanah serta intensitas cahaya sangat mendukung gulma daun lebar ini untuk dapat tumbuh dengan cepat dan mendominasi areal pertanaman pala. Hal ini sejalan dengan Tanasale yang menyatakan bahwa gulma daun lebar lebih banyak menyerap unsur N dan lebih banyak menggunakan air sehingga pertumbuhannya lebih cepat.
               Menurut Abdullah (2012), ini adalah prospek yang menantang untuk menggunakan tanaman untuk restorasi lingkungan. Tidak seperti senyawa organik, logam tidak dapat terdegradasi. Tanah yang tercemar dengan logam tertentu dapat menghambat pertumbuhan vegetasi lainnya. Sifat menarik yang ada dalam keluarga melastomataceae adalah kemampuan untuk mengumpulkan sejumlah besar alumunium. disurvei di seluruh anggota keluarga ini dan menemukan setidaknya 127 spesies memiliki kapasitas untuk mengumpulkan alumunium, yang berguna untuk studi filogenetik. Beberapa tanaman dilaporkan berhasil menyerap dan mengumpulkan alumunium hingga 9932 mg kg pada daun dari tanah dalam rencana teh yang ditinggalkan. Toksisitas Alumunium sering menjadi faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tanaman. Namun, pertumbuhan Melastoma Malabathricum dilaporkan membaik saat ditambah dengan alumunium di media pertumbuhan. Selain alumunium melastomataceae ini dilaporkan mampu mengakumulasi arsenik dari tanah. Melihat kriteria yang digunakan dalam memilih tanaman untuk fitoremediasi, Melastomataceae terbukti menjadi kandidat yang ideal.
              Menurut Kartikasari (2012), belum ada studi yang dipublikasikan tentang penyerbukan atau persebaran biji Melastomaceae jenis apapun, tetapi ada beberapa sifat yang dapat diperkirakan dari jenis lain yang bunga atau buahnya mirip dengan yang telah diteliti di tempat lain. Sifat-sifat genetik tentang Melastomataceae, telah didokumentasikan dan ternyata pembentukan bijinya tidak  melalui proses perkawinan. Karena itu, dapat diasumsikan bahwa system perkawinan yang sama juga terjadi pada jenis-jenis yang ada. Kebanyakan Melastomataceae memiliki bunga biseksual.
4.2 Deskripsi Tumbuhan dari Famili Melastomataceae di Kawasan HutanTaman Eden 100
1. Dissochaeta divaricata G. Don
              Habitat teresterial.Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh   erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang laevis (licin). Daun; bentuk daun lanseolate (lanset), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun ovate (bulat telur) permukaan daun scabber (kasap), pertulangan daun perninervis (menyirip), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial merah, susunan daun opposite (berhadapan)

2. Clidemia hirta (L.)D. Don
Habitat teresterial. Habit  herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh   erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang pilosus (berbulu). Daun; bentuk daun eliptical (elips), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun orbicularis (membulat), permukaan daun pilosus (berambut), pertulangan dauncervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau muda, susunan daun opposite (berhadapan). Buah; berbulu, warna ungu kehitaman.

3.Phyllagathis rotundifolia (Jack) Blume
Habitat teresterial. Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh   erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang laevis (licin). Daun; bentuk daun orbicularis (bulat), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun rotundus (bulat) permukaan daun laevis (licin), pertulangan dauncervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau tua, susunan daun opposite (berhadapan) whorlead (berkarang). Bunga; Letak terminal, warna pink.

4. Miconia oinochrophylla Donn. Sm
Habitat teresterial. Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh   erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang pilosus (berbulu). Daun; bentuk daun lanseolate (lanset), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun rotundatus (membulat) permukaan daun laevis (licin), pertulangan dauncervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau muda, susunan daun opposite (berhadapan).

5. Tococa platyphylla Benth.
            Habitat teresterial. Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang laevis (licin). Daun; bentuk daun eliptical (elips), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun oblongus (memanjang) permukaan daun laevis (licin), pertulangan daun cervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau muda, susunan daun opposite (berhadapan).

6.Melastoma candidum D. Don
              Habitat teresterial. Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang pilosus (berbulu). Daun; bentuk daun ovate (bulat telur), ujung daun acutus (runcing), pangkal daun rotundatus (membulat), permukaan daun pilosus (licin), pertulangan dauncervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau muda, susunan daun opposite (berhadapan).
7. Pternandra sp.
            Habitat teresterial. Habit herba. Akar tunggang. Batang; arah tumbuh   erectus (tegak lurus), teres (bulat), permukaan batang pilosus (berbulu). Daun; bentuk daun ovate (bulat telur), ujung daun acuminatus (meruncing), pangkal daun orbicularis (membulat), permukaan daun pilosus (berambut), pertulangan daun cervinervis (melengkung), tepi daun integer (rata), warna adaksial hijau tua, abaksial hijau muda, susunan daun opposite (berhadapan).





BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1  Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah didapatkan 7 jenis famili Melastomataceae di Kawasan Hutan Taman Eden 100 Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara yaitu: Pternandra sp.Tococa platyphylla Benth.Melastoma candidum D. DonMiconia oinochrophylla Donn.Sm.Phyllagathis rotundifolia (Jack) BlumeClidemia hirta (L.)D. Don, dan Dissochaeta divaricata G. Don.

5.2 Saran
Adapaun saran dari praktikum ini adalah:
a.         Sebaiknya praktikan selanjutnya menggunakan buku referensi identifikasi yang akurat.
b.        Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih teliti dalam proses identifikasi sampel.
c.         Sebaiknya praktikan selanjutnya melakukan pengecekan secara rutin dalam proses pengeringan sampel.
d.        Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih menguasai karakteristik dari famili Melastomataceae agar mempermudah pengenalannya saat di lapangan.





DAFTAR PUSTAKA



Abdullah, J.O. 2007. Melastomataceae: Inherent Economical Values Substantiating Potential Transgenik Studies In the Family. Transgenic Plant Journal. Global Science Book.

Fendiyanto, M. H. et all. 2004. IAS (Invasive Alien Species) Clidemia hirta D.Don Sebagai Antibakteri Dalam Upaya Mengatasi Penyakit Tifus.

Handayani, M. 2017. Potensi Tumbuhan Melastoma malabathricum L. Sebagai Bahan Antibakteri SalmonellosisNatural Science: Journal of  Science and Technology 6(2) 165-174.

Jie, C. Renner, S. S. 2003. Melastomataceae Kunming Institute of Botany, Chinese Academy of Sciences, 610 Longquan Road, Heilongtan, Kunming, Yunnan 650204, People’s Republic of China.

Kartikasari, S. N. 2012. Ekologi Papua. Jakarta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia
dan Conservation International.

Muhdin, Suhendang. E., Wahjono. D., Purnomo. H., Istomo, dan Simangunsong. B. C. H. 2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder. Jurnal Hayati. 14(2): 81-87.

Palijama, W. 2012. Komunitas Gulma Pada Pertanaman Pala (Myristicafragrans H)  Belum Menghasilkan dan Menghasilkan di Desa Hutumburi Kota Ambon. Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman. 1(2)

Renner, S. S. 1993. Phylogeny and Classification of the Melastomataceae and Memecylaceae. Nord. J. Bot. 13(5): 519-540

Santos, A. P. 2012. Distribusi Biologi dan Spesies Reproduksi di Melastomataceae: Sebuah Survei Berdasarkan Taksa Dunia Baru.Jurnal Botany. 110 (3): 667-679.

Syahfitri, N. E. 2014. Kandungan Fitokimia, Total Fenol, dan Total Flavonoid Ekstrak Buah Harendong (Melastoma affine D. Don). Current Biochemistry. 1 (3) 105 – 115.

Yamani. A. 2007. Studi Kandungan Karbon Pada Hutan Alam Sekunder di Hutan Pendidikan Mandiangin Fakultas Kehutanan Unlam. Jurnal Hutan Tropis. 1(1) 85-91.

Sambodo. K. A., Rahayu. M. I., Indriasari. N, dan Natsir. M. 2014. Klasifikasi Hutan-Non hutan Data Alos Palsar Menggunakan Metode Random Forest. Jurnal Hayati. 2(8): 1-9.



                                                                                                           


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.